Posted on 4 JULI 2012

Upaya
memotivasi (motivating) individu dapat dilakukan melalui berbagai cara.
Menurut Huse dan Bowditch (1973), terdapat tiga model memotivasi
seseorang, yaitu: (1) model kekuatan dan ancaman; (2) model
ekonomik/mesin, dan (3) model pertumbuhan-sistem terbuka.
Yang
akan kita bicarakan di sini adalah model yang pertama yaitu pemotivasian model
kekuatan dan ancaman (a
force and coercion model). Model ini merupakan model tertua dan sangat
sederhana dalam memahami atau memandang manusia. Model ini mempratikkan
pemotivasian dengan cara memaksa orang lain (baik melalui tindakan atau verbal)
untuk berperilaku tertentu dengan cara menggunakan ancaman,
intimidasi atau bentuk lain yang bersifat represif dengan menggunakan kekuatan
(power), yang dimilikinya.
Asumsi
yang mendasari model pemotivasian model
kekuatan dan ancaman ini
adalah bahwa seseorang akan bekerja (belajar atau berperilaku) dengan baik
apabila disudutkan pada sebuah situasi, di mana ia hanya bisa memilih bekerja
ataukah dihukum (Huse dan Bowditch, 1973).
Asumsi
ini senada dengan asumsi yang mendasari teori X-nya McGregor, bahwa pada
dasarnya manusia itu malas, suka menghindari tugas dan tanggung jawab, dan
apabila tidak diintervensi dan diancam oleh atasan, maka ia akan pasif. Oleh
sebab itu agar seseorang mau bekerja ia harus dipaksa (Carver dan Sergiovanni,
1969).
Pemotivasian
Model Kekuatan dan Ancaman oleh
beberapa kalangan sering disebut sebagai strategi buntu, yaitu strategi yang
terpaksa digunakan ketika pemimpin sudah merasa kehabisan akal (atau
justru kehilangan kewarasannya?) untuk merubah perilaku orang-orang yang
dipimpinnya.
Sepintas,
model pemotivasian yang menebarkan kecemasan ini tampak sangat efektif untuk
memotivasi seseorang. Melalui ancaman dan intimidasi tertentu, orang akan
menjadi patuh dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan
(atau mungkin tepatnya sesuai dengan keinginan).
Namun
dibalik itu perlu diwaspadai, penggunaan pemotivasian model kekuatan
dan ancaman ini ternyata dapat menjadikan orang tidak bahagia dan
dapat merusak kepribadian seseorang. Dengan adanya ancaman terus menerus, orang
akan merasa tidak bisa mengembangkan potensinya, mengalami ketumpulan berfikir,
dan mengalami ketegangan jiwa (stress).
Dalam
konteks sekolah, Les Parsons dalam bukunya yang berjudul Bullied
Teacher Bullied Student mengupas tentang perilaku intimidasi di sekolah
yang dilakukan siswa, guru dan kepala sekolah. Dikatakannya, bahwa pelaku
intimidasi secara sengaja bermaksud menyakiti seseorang secara fisik, emosi
atau sosial dan pelaku intimidasi sering merasa perbuatannya itu dapat
dibenarkan.
Dalam
konteks bisnis, hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr Nicolas Gillet, dari
Universite François Rabelais di Prancis menunjukkan bahwa manajer yang
menggunakan ancaman sebagai cara untuk memotivasi karyawan, cenderung memiliki
dampak negatif pada kesejahteraan karyawan.
Jika
sudah seperti ini, maka hasil dari upaya pemotivasian akan menjadi
terbalik, seharusnya dapat meningkatkan kinerja atau prestasi yang lebih baik
malah yang terjadi adalah penderitaan dan kerusakan kepribadian.
Oleh
karena itu, untuk menjadi pemimpin yang sukses sedapat mungkin kita perlu menghindari
penggunaan pemotivasian model kekuatan dan ancaman ini. Gunakanlah
cara-cara pemotivasian lain yang lebih manusiawi, yang dapat menjadikan
orang-orang berbahagia, mampu berinovasi dan dapat mengoptimalkan segenap
potensi yang dimilikinya.
Bagaimana
menurut Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar